Pengurangan Hak Korban Dipertanyakan

Pemerintah Perjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

JAKARTA, KOMPAS – Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual mulai mendapat sorotan. Salah satunya terkait usulan pemerintah untuk mengurangi sejumlah pasal soal perlindungan hak korban dan terobosan hukum acara menyangkut pembuktian.

Hal itu dipertanyakan Komnas Perempuan, Forum Pengada Layanan, dan organisasi perempuan di Jakarta, Kamis (26/10).

Namun, mereka juga mengapresiasi perjuangan DPR dan pemerintah sehingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) masuk dalam daftar program legislasi nasional prioritas 2016. Bahkan, saat ini dibentuk panitia kerja di DPR.

Selain mengurangi jumlah dalam draf dari 15 menjadi 13 bab, dan mengurangi 102 pasal dari 152 pasal di RUU itu, pemerintah juga mengusulkan meniadakan sebagian besar materi muatan yang penting sebagai elemen kunci RUU yang tertera dalam daftar isian masalah.

Karena itu, pemerintah dan DPR diminta mengakomodasi hal-hal yang sebelumnya masuk. dalam draf RUU PKS pada saat pembahasan RUU ini di DPR>

Harapan sama dikemukakan Koman Perempuan dalam seminar “Konsolidasi Parlemen Pemerintah dan Masyarakat Sipil dalam Pembahasan RUU PKS” di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Harapan terhadap pemerintah dan DPR untuk mewujudkan RUU PKS yang memastikan pencegahan, perlindungan, pengadilan, penjeraan dan pemulihan yang berprinsip pada hak asasi perempuan juga menjadi rekomendasi Konferensi Nasional Pengetahuan dari Perempuan (PDP) III. Konferensi bertema “Seksualitas, Viktimisasi, dan Penghapusan Kekerasan Seksual” itu digelar pada 24-26 Oktober 2017 di Kampus Universitas Indonesia, Depok.

Ketua Komnas Perempuan Azriana Manala menyatakan dua bab yang dikurangi pemerintah dalam draf RUU PKS adalah bab II (asas dan tujuan) dan ban IX (pendidikan dan pelatihan) bagi aparat penegak hukum, petugas layanan terpadu, dan pendamping korban kekerasan seksual. Adapun 102 pasal yang diusulkan pemerintah untuk dikurangi, seperti mengatur tentang perlindungan hak korban dan tersobosan hukum acara yang akan memudahkan pembuktian, pemantauan independen.

Pemerintah juga mengusulkan mengurangi lima dari sembilan tindak pidana kekerasan seksual yang diusulkan Komnas Perempuan yang diakomodasi DPR untuk masuk draft RUU PKS.

Tindak pidana dikurangi

Sembilan tindak pidana itu pelecahan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

“Lama tindak pidana yang dikurangi adalah pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, dan perbudakan seksual.” Kata Azriana.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan dalam Rumah Tangga, Deputi Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Usman Basuni mengapresiasi perjuangan Komnas Perempuan dalam mengajukan RUU PKS, Ia menegaskan, pemerintah serius mengegolkan RUU PKS menjadi UU. “Tak pelru dikhawatirkan, posisi Menteri PPPA antusias agar UU PKS bisa segera terwujud,” Katanya.

Usman menyatakan tidak perlu khawatir dengan usulan dan masukan pemerintah karena prosesnya masih panjang.

Anggota Komisi VIII DPR, Rayahu Saraswari Dhirakanya Djojohadikusuma, menegaskan agar memperjuangkan RUU itu lolos sebagai UU. Namun, dia menyakatan perlu ada lobi terhadap kelompok fraksi agar prosesnya lancar. “Kebijakan diambil kelompok fraksi, jarang dari perseorangan. Biasanya Voting, tpai mudah-mudahan dilakukan melalui musyawarah mufakat.” katanya. (SON)


Bergabung dengan kami di komunitas Savy Amira

Menjadi Relawan Donasi