Refleksi Pemikiran Kartini

Siaran Radio Pro 1 RRI 16 April 2013

Narasumber : Astutik Supraptini (Savy Amira Surabaya)

Penyiar: Pendengar, seperti yang biasa kita peringati di bulan April, kali ini kita akan membicarakan mengenai pemikiran dari Ibu Kartini. Disini saya ditemani oleh mbak Astutik dari Savy Amira Surabaya. Mbak Astutik bisa dijelaskan apa yang akan kita diskusikan sore ini?

Narasumber: Terimakasih Mas Indra, tujuan dari diskusi sore ini adalah mengajak untuk melihat secara lebih kritis makna perjuangan Kartini melalui surat korespondensinya terkait dengan perjuangan keadilan dan kesetaraan bagi perempuan. Jadi diskusi ini akan melihat sosok Kartini dan pemikirannya sebagai sumber inspirasi yang aktif, khususnya bagi gerakan perempuan di Indonesia.

Penyiar: Mungkin bisa diceritakan mengenai latar belakang kehidupan Ibu Kartini?

Narasumber: Kartini lahir tahun 1879 dan meninggal tahun 1904 merupakan puteri dari Bupati Jepara, sebuah daerah di pesisir utara Pulau Jawa. Ayahnya merupakan seorang yang berpikiran maju, dia mengijinkan anak-anak perempuannya mengikuti pendidikan sekolah dasar bersama kakak-kakak laki-lakinya. Hal ini merupakan suatu yang luar biasa pada saat itu. Memasuki remaja, dia menginginkan untuk meneruskan sekolah, namun nilai-nilai feodalisme Jawa tidak mengijinkan hal tersebut untuk anak perempuan. Meskipun ayahnya seorang yang progresif dan mendukung gagasan-gagasannya, namun ada nilai-nilai menindas yang tidak bisa ditembus.

Sms (Pak Hari) : Kenapa peringatan hari Kartini selalu identik dengan pakaian adat? Dan selalu yang dipakai adat Jawa? Padahal Indonesia kan beragam?

Penelpon (Mbah Marijan) : Selain Kartini sebetulnya sudah ada pahlawan-pahlawan wanita, seperti Rohana Kudus yang juga mendirikan sekolah untuk perempuan di Padang dan juga seorang jurnalis perempuan pertama, lalu ada pahlawan perempuan lainnya seperti Christina Martha, juga Dewi Sartika. Selanjutnya, mengapa kaum perempuan hanya mengandalkan kuota 30% saja untuk meraih keterwakilan? Mengapa tidak seperti Kartini?

Narasumber: Terimakasih untuk pendengar yang telah merespon. Pertama, mengapa peringatan hari Kartini selalu dengan pakaian adat. Hal ini tidak lepas dari ideologi politik pemerintah saat itu, yaitu Orde Baru. Seperti kita ketahui Kartini dianugerahi gelar pahlawan pada masa Suharto. Orde Baru melihat Kartini sebagai perempuan atau ibu yang disimbolkan lemah lembut dan cantik, sebagai sesuatu yang diatur dan di ranah domestik. Pada jaman Suharto nilai-nilai yang ditanamkan dan berefek hingga saat ini melalui PKK dan Dharma Wanita, perempuan dianggap sebagai “konco wingking” atau biasa disebut sebagai pelengkap suami, jadi dia tidak berdiri sendiri, kalaupun perempuan bekerja dia hanya sebagai pelengkap. Simbolisasi peringatan Kartini dengan kebaya atau pakaian adat merupakan pengekangan pada perempuan, dan itu mundur dari pemikiran Kartini yang menginginkan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Sehingga peringatan hari Kartini yang kita saksikan saat ini hanya mengambil raga dari Kartini yang kebetulan seorang priyayi Jawa dengan pakaian keseharian kebaya tapi tidak pemikirannya.

Penyiar: Jadi yang harus dikuatkan seharusnya pemikiran-pemikirannya.

Narasumber: Iya, memang harusnya seperti itu yang semestinya dilakukan setiap perayaan hari kartini, jadi pemikirannya direfleksikan dengan kondisi sekarang.

Penyiar:  Mungkin bisa ditanggapi juga pertanyaan dari Mbah Marijan.

Narasumber: Kuota 30% ini merupakan pintu untuk masuk bagi perempuan. Jadi sebagai daya ungkit untuk masuk ke dalam ranah badan legislatif, sehingga bisa terlibat dalam membuat UU yang nantinya akan bisa membantu kehidupan perempuan dan anak serta komunitas yang kurang beruntung. Sayangnya dalam implementasinya, kuota 30% ini mengalami banyak hambatan, misalnya dari Parpol kurang melakukan pendidikan politik dan kaderisasi bagi kader perempuan. Dari beberapa penelitian yang saya baca, untuk menjadi seorang Caleg harus mempunyai modal yang kuat secara ekonomi, secara pendidikan dan pengetahuan juga kuat, secara politik juga harus memiliki kekuatan yang cukup. Hal ini sulit untuk dipenuhi oleh perempuan tanpa ada dukungan yang kuat dari parpol itu sendiri bahwa mereka benar-benar serius untuk mengusung 30% tersebut.

Penyiar: Kalau dilihat dari jatah awal 30% bisa dilihat sebagai apresiasi bahwa perempuan diberikan kesempatan lebih banyak.

Narasumber: Iya, sebagai caleg perempuan kita juga harus pintar melihat apakah pencalegan nanti itu juga difasilitasi oleh Parpol. Selain itu UU pemilu yang menentukan sistem pemilu nanti akan seperti apa, hal-hal ini sangat mempengaruhi implementasi dari kuota 30%.

Penyiar: Kalau dibilang tadi kurang semangat sepertinya memang tidak juga ya, tapi apa mengapa tidak bisa maju juga? Mbak Astutik mungkin bisa dilanjutkan dengan pemikiran Kartini yang hidup di abad 20.

Narasumber: Kartini itu hidup akhir abad 19 dan awal 20. Dia menuliskan pemikirannya melalui surat korespondensinya itu di tahun1800an. Kemudian di tahun 1903, Kartini menikah dengan Bupati Rembang yang sudah mempunyai sekian selir dan sekian banyak anak. Kartini menjadi istri resmi, karena kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan semua istri lainnya. Dalam menerima perkawinan ini, Kartini juga menulis tentang keputusasaannya, karena harus menikah dengan laki-laki yang sudah mempunyai beberapa istri. Meskipun suaminya merupakan orang yang berpikiran tradisional dalam hal perkawinan, namun dia mendukung gagasan Kartini dan mengijinkan Kartini untuk melanjutkan sekolah di Rembang serta mengajar di sekolah untuk perempuan. Tahun 1904, Kartini meninggal saat melahirkan.

Pemikiran Kartini menginspirasi aktivis perempuan mulai pra-kemerdekaan,  kongres perempuan di solo dengan aktivis-aktivis perempuan yang mereka dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Kartini, kemudian pada saat Orde Lama itu ada Gerwani. Namun ketika memasuki Orde Baru, organisasi semakin dipersempit, misalkan parpol hanya 3 buah, kemudian organisasi perempuan juga 1 yaitu PKK, sehingga hal tersebut mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat kita termasuk perempuan. Kondisi-kondisi itu juga berpengaruh terhadap gerakan perempuan. Ketika pasca reformasi soeharto, gerakan perempuan harus memulai lagi. Ini memang  peluang yang bagus tapi tanpa dukungan yang serius dari pemerintah, elit politik, elit masyarakat dan anggota masyarakat hal ini akan susah, karena nilai-nilai budaya bahwa perempuan harus di rumah, mengurus anak dan suami, menurut pada suami, dan juga beban ganda, misalkan walau bekerja dia masih tetap mengurusi rumah. Saat ini terkait dengan relasi rumah tangga, relasi keluarga antara pasangan seharusnya yang ditonjolkan adalah berdialog untuk menciptakan komunikasi yang setara dan bekerjasama. Sehingga harus dimulai dari keluarga dulu, kemudian institusi-institusi sehingga akan menginspirasi perempuan untuk melakukan sesuatu.

Penyiar: Kita akan melihat bagaimana dari sisi sosial budaya pada saat itu?

Narasumber: Dalam konteks sosial budaya kita melihat bagaimana kehidupan sehari-hari Kartini sebagaimana dia dibesarkan oleh keluarga yang ningrat meskipun ayahnya juga berpikiran progresif dengan anak-anaknya boleh bersekolah. Namun, ayahnyapun juga berpoligami dan Kartini bukan anak dari istri pertama, sehingga Kartini bisa memahami perasaan perempuan dan anak dari poligami,  selain dia melihat bahwa rakyat Jawa saat itu sedang menderita karena penjajahan. Pada masa pingitan, karena tidak diijinkan meneruskan pendidikan, dia bisa korespondensi,  membaca banyak buku dalam bahasa Belanda. Kemampuan korespondensi dan membaca ini didukung oleh kemampuannya berbahasa belanda baik membaca, menulis, maupun berbicara. Dan gagasan-gagasan pemikiran kartini itu didapat dari korespondensi, diskusi dengan teman korespondensinya, mengamati kehidupan disekitarnya, dan membaca buku-buku dan membandingkan dengan kondisi bangsa pada saat itu.

Penyiar: Adakah sahabat dekatnya yang memiliki pemikiran yang sama pada saat itu?

Narasumber: Kartini melakukan korespondensi dengan beberapa orang termasuk dengan feminis Belanda namanya Stella Zeehandelaar, kemudian dengan suami istri Abendanon. Abendanon ini yang menerbitkan surat-surat Kartini, ada 14 surat yang dikirimkan Kartini pada suami istri Abendanon, meskipun yang terbanyak dikirim ke Stella. Pada saat hendak diterbitkan pada tahun 1911, Abendanon meminta surat yang ditulis Kartini untuk Stela. Namun, Stella tidak mau memberikan pada Abendanon karena dia curiga motif Abendanon ingin menerbitan surat-surat itu.

Penyiar: Isi dari korespondensi itu apa saja? Apakah yang ditulis itu menyemangati untuk perjuangan Indonesia?

Narasumber: Saat itu konteknya adalah Jawa. Rasa sebagai bangsa Indonesia belum terbentuk. Saat itu belum ada gerakan perlawanan dan organisasi yang dipelopori kaum cendikiawan juga belum lahir. Jadi Kartini merupakan pemikir awal, dia mengamati apa yang terjadi dengan bangsanya, yaitu bangsa Jawa. Kondisi yang terjadi pada saat itu dibawah tekanan budaya yang tidak adil pada perempuan dan juga dibawah penjajahan Belanda.

Penyiar: Bagaimana mengenai emansipasi?

Narasumber:Kata emansipasi itu sudah ada lebih dari satu setengah abad yang lalu,  dan Kartini dalam suratnya pada Abendanon mengatakan bahwa “kata emansipasi ketika saya kecil itu tidak bermakna apa-apa dan jauh dari jangkauan saya, tapi dengan berlalunya waktu ketika saya menjadi lebih dewasa, saya melihat bahwa di sekeliling saya keadaan sangat memilukan, menyedihkan hati, membuat saya meneteskan airmata dan kesedihan yang luar biasa” dan kemudian dia menyatakan bahwa dia harus berbuat sesuatu, itu isi suratnya kepada Abendanon.

Penyiar: Memang waktu itu penyiaran pada saat penjajahan belanda sangat tidak bebas untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran seorang wanita pribumi, misalnya melalui media?

Narasumber: Kartini melakukan korespondensi dan tidak disebarkan melalui media, hanya berkorespondensi dengan seseorang misalkan, saya menceritakan dengan mas Indra (penyiar) perasaan saya bagaimana ini bisa menjadi lebih baik. Dan kepada Stella dan Abendanon, Kartini menyatakan hasil pengamatannya dan kemudian juga hasil pemikirannya dari membaca buku, membandingkan yang terjadi dengan bangsanya dan bangsa Eropa, dan mengambil kesimpulan bahwa yang terpenting dilakukan agar bangsa pribumi ini sejajar dangan bangsa eropa adalah memiliki ilmu pengetahuan atau kata lainnya adalah pendidikan. Kartini menyatakan bahwa pendidikan bagi perempuan itu adalah salah satu persyaratan penting untuk kemajuan bangsa kita.

Sms (Pak Jahuri): Dari pemikiran Kartini apa yang bisa dilakukan dengan lingkungan kita, komunitas kita, misalnya mbak Astutik dengan Savy Amira?

Narasumber: Kami dari Savy Amira fokus kepada isu perempuan khususnya penanganan kekerasan perempuan dan anak di Surabaya, terkait dengan pemikiran Kartini bahwa pemikiran Kartini tidak hanya pendidikan, tetapi juga kekerasan dan ketidakadilan pada perempuan, yang dilihat Kartini pada kasus poligami. Dari pemikiran Kartini kita bisa terapkan bahwa kita berusaha mengajak masyarakat untuk lebih terlibat dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, melalui konseling, pendampingan, dan pendidikan pada masyarakat..

Penyiar: Saya masih ingat dengan kasus PRT Marlena, bagaimana ini?

Narasumber: Dari kasus ini bisa dilihat posisi perempuan sebagai PRT, dan itu pertanyaan untuk kita semua  apakah kita sudah benar-benar “menghargai” orang yang sudah bekerja untuk kita. Dan dari pemikiran Kartini, dia melakukan analisis kelas pada feodalisme Jawa, pemikirannya memberikan pemikiran-pemikiran modern mengenai keadilan dan kesetaraan pada semua orang. Dan ini mengajak kita untuk menciptakan relasi kemanusiaan yang utuh.

Penyiar: Menarik mengenai kemanusiaan yang utuh. Apakah sistem masyarakat kita dibangun tidak mendukung perempuan, misalnya dari pengalaman Savy Amira?

Narasumber: Kalau dari kasus-kasus Savy Amira sendiri, misalnya KDRT masih dianggap sebagai aib, masih ada yang menganggap seperti itu walaupun banyak kasus-kasus yang muncul sehingga akhirnya berani bersuara. Tapi ada beberapa catatan, ketika perempuan itu ingin melaporkan kasus kekerasan yang menimpanya, khususnya KDRT dia akan berpikir benar-benar karena dari sisi ekonomi dia tergantung dengan suami, bahwa ini aib keluarga, kemudian apakah dia siap untuk menanggung semuanya itu, juga dengan status janda, sehingga membuat korban berpikir banyak.

Penyiar: Kalau kita coba lihat dari korespondensi itu apakah ada yang mengenai bahwa perempuan itu bisa berdiri sendiri dan sekarang tidak hanya suami saja yang bekerja, nah apakah itu juga merupakan yang disampaikan oleh Kartini?

Narasumber: Dalam salah satu suratnya ke Abendanon, selain membahas tentang pendidikan untuk perempuan dan kemajuan rakyat dan keuntungan perempuan terdidik bagi keluarga dan masyarakat, dia juga mengatakan dari segi sosio-ekonomi bahwa setiap perempuan – bukan hanya dari perempuan kalangan miskin tapi juga kalangan atas – itu berhak untuk bekerja dan memilih pekerjaan yang cocok untuk dirinya. Pada zaman itu, pemikiran seperti itu luar biasa sekali.

Penyiar: Kalau begitu apa nih ajakan kita khususnya pada kaum perempuan untuk lebih bisa menunjukkan eksistensi bermanfaat dalam keluarga dan lingkungan?

Narasumber: Kalau ini bukan hanya untuk perempuan, tapi untuk semua, untuk masyarakat, pemerintah, organisasi, LSM dan juga professional untuk lebih bisa membedah relasi-relasi yang tidak setara, menciptakan sesuatu yang lebih baik dimulai dari yang paling kecil, misalnya dimulai dari keluarga, kemudian institusi atau organisasi dimana kita beraktivitas, untuk mulai mengubah persepsi relasi antar jenis kelamin dan peran-peran gender yang umumnya masih mneyatakan bahwa perempuan itu domestik dan laki-laki publik itu bisa dirubah,  peran domesti dan publik itu bisa dipertukarkan. Bahwa laki-laki juga punya potensi yang sama bagusnya untuk merawat anak dan itu saya lihat pada orang tua saya, bahwa bapak saya juga turut memberikan kontribusinya dalam perawatan anak dan dia hadir untuk pendidikan dan itu memberikan hal yang berbeda bagi kami anak-anaknya.

Penyiar:

Mudah-mudahan ini bisa menyemangati tidak hanya kaum perempuan tapi laki-laki untuk bisa lebih menghargai dan bisa bekerja sama tentunya. Terima kasih untuk waktunya mbak Astutik Supraptini dari Savy Amira mudah-mudahan bermanfaat untuk semua.

 


Bergabung dengan kami di komunitas Savy Amira

Menjadi Relawan Donasi